Cari Blog Ini

Rabu, 08 April 2015

Beasiswa



08/04/2015

Hari ini assa menelepon lagi. Dia langsung bertanya apakah mau pergi keluar atau tidak, karena seringkali setiap dia menelepon adalah saat dimana aku hendak pergi. Jadi dibenaknya aku terlalu sering jalan-jalan di kota ini. Tidak seperti biasanya pembicaraan kami berlangsung singkat kali ini. Mungkin karena kata-kataku menyingung perasaannya. Semua tentang biaya, saat aku bertanya apakah dia masih tinggal di kosannya yang dulu. Kemudian dia bertanya biaya kosanku disini berapa. Untuk membandingkan pengeluaran orangtua katanya. Aku menjawab tidak jauh beda dengannya. Dia juga menanyakan perihal uang bulanan yang dikirim. Dia mengeluh karena dia masih sering meminta lagi saat dia kekurangan. Mending minta sama orangtua daripada orang lain, itu lebih baik jawabku. 

Hingga berlanjut pada sesi aku menyakiti hatinya. Ini tentang beasiswa. Bukannya aku tak menginginkan beasiswa, bukannya aku tak ingin membuat orangtuaku bangga, karena anaknya mendapatkan beasiswa. Tetapi aku berpikir aku belum membutuhkannya, masih banyak mahasiswa yang benar-benar membutuhkannya. Walaupun aku mendapat kabar dari seorang teman sekelasku bahwa terlalu banyak dana beasiswa yang belum tersalurkan. Jadi sayang kalau gak diambil, entar dikorupsikan, katanya lagi. Ini sedikit menggodaku untuk mengajukan beasiswa. Tapi aku berpikir lagi, apapun yang mereka lakukan terserah mereka. Aku tak mau menjadikan keburukan seseorang menjadi alasan untuk memakan yang bukan hak-ku. Ya,,,, aku merasa beasiswa itu bukan hak-ku. Aku masih mensyukuri keadaan orangtuaku, meskipun tak seberapa setidaknya aku masih merasa cukup dan tetap bersyukur dengan keadaanku saat ini. 


Saat dia bertanya apakah aku mendapatkan beasiswa. Aku menjawab aku gak butuh sambil bercanda. Dia bilang aku kurang ajar dan sombong. Aku tertawa lagi, aku tahu dia mendapatkan beasiswa, kemudian aku bertanya jadi beasiswamu buat apa kalau kau masih minta uang ke orangtuamu. Dia mungkin tersinggung, kurang ajar katanya dan tak tahu harus berkata apa lagi. Aku bertanya lagi biasanya uangnya diapain. Buat beli buku atau kekurangan-kekurangan lain jawabnya. Aku tahu mereka keluarga yang cukup mampu, kedua orangtuanya PNS dan mereka hanya tiga bersaudara dan dia anak pertama. Dia mengatakan bahwa itu beasiswa bukan untuk orang yang tak mampu tapi beasiswa PPA (Penunjang Prestasi Akademik). Aku tahu, siapa juga orangtua yang tak senang anaknya mendapatkan beasiswa. Ini pilihanku, bukan karena aku sombong atau apa. Hanya saja aku belum berhak untuk menerimanya. Diakhir pembicaraan, dia bilang kurang ajar lagi, aku hanya tertawa seperti halnya dia. Tapi aku tahu dia sakit hati, dan cepat-cepat ingin menutup pembicaraan ini. 

Maaf ya Assa, aku gak bermaksud :(

Senin, 06 April 2015

Dibalik Perjalanannya

6 April 15
Maha Besar Allah yang tidak akan membiarkan hambanya untuk menyerah dalam putus asa.
          Hari ini kita diberitahukan kabar duka atas berpulangnya seorang saudara yang terkenal sangat baik. Aku mengajak Rahma untuk pergi melayat, walaupun kita gak tahu alamat duka dimana tepatnya. Berbekal dasar bahwa melayat merupakan salah satu kewjiban muslim atas saudaranya kita pun berangkat. Bukannya kita tak menghubungi teman lainnya,tapi tak dibalas. Naik angkot dua kali cukup membuatku mual dan pusing. Kita gak tahu harus turun dimana, tapi langsung bilang ke sopir angkotnya buat nurunin kita di perumahan blabla. Sampai di gerbang perumahan kita terus jalan sambil bertanya pada anak sekolah yang kebetulan lewat. Kita gak naik angkot karena kita kirain gak bakalan jauh masuk kedalam. Jalan pesantren ya teh, belok kiri terus lurus belok kanan terus belok kiri lurus mentok belok kiri lagi. Hah ... walaupun gak nyerap semua kita tetap berterima kasih sambil tersenyum. Setelah belok kiri yang pertama kita melihat ibu-ibu pakai baju muslimah gitu. Kita pikir bakalan pergi melayat. Ternyat tidak. Aku sms teman yang lain lagi. Katanya lagi di jalan, tanyain aja sama orang. Oke kita nanya, pas nyampe di jalan pesantren kita senang sekaligus heran, kok sepi ?? . Hmm .. kata teman yang tadi almarhum udah dibawa ke pemakaman. Oh yauda gapapa, kita ke rumah duka aja, ajakku.           Tiba pada alamat yang diumumkan tadi. Kita hanya melihat kesepian dan pintu yang tertutup rapat. Kita berniat untuk kembali dan pulang saja. Kemudian saat balik lagi kita coba bertanya pada seorang bapak, kira-kira umur nya 50 tahunan.
“Aduh neng kalau itu mah bukan di jalan pesantren tapi di terusan pesantren”. Ohh lewat mana pak ?. “Jauh neng naik ojeg aja, neng dari mana?. Setelah kita menjawab alamat kita. “Wah jauh ya, yaudah bapak antar aja” tawarnya. Sebelum kita sempat menjawab lagi, dia sudah masuk dan menyalakan mobilnya. Kita tak mungkin untuk menolak lagi. Dengan ragu-ragu akhirnya kita masuk ke mobil yang pintunya dibukain. Bismilahirrahmanirrahim. Memang jarak dari jalan pesantren ke alamat duka cukup jauh. Terima Tuhan engkau telah mengirimkan salah satu malaikat berwujud manusia-Mu kepada kami. Setelah sampai ke alamat duka dan berterimakasih banyak kepada beliau. Semoga Allah melapang segala jalannya, rizkinya, dan memberinya kebahagiaan.
          Kita masuk dan bertemu dengan banyak orang-orang sedaerah. Rasa lelah dan hampir putus asa yang tadinya sempat hinggap, kini melayang seakan tak pernah singgah. Rindu kampung halaman seakan terobati. Kabarnya almarhum tadi pagi masih jadi imam shalat subuh dengan ayat yang cukup panjang, masih pergi ke kantor, kemudian pusing, muntah dan dibawa ke rumah sakit, karena penanganan yang cukup lambat, sebelum beliau disentuh oleh tangan dokter beliau pun pergi dengan tenang.
Waktu pulangnya kita diajak barengan, kita menolak takut gak muat. Tetap aja dipaksa, ehh ternyata muat. Katanya kalau kita gak naik, ntar bakalan ada kabar kalau kita dah lepas karena jalan terlalu jauh. Haha,,, yaudah kita jadi naik J .
Aku melihat senyuman itu tanpa beban yang berarti, Potret yang duduk disamping sang istri dan dikelilingi anak-anaknya. Semoga beliau diterima di tempat terindah disisi-Nya. Innalillahi wa Innailaihi Raajiuun.